(0362) 3301891
bkpsdm@bulelengkab.go.id
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Tantangan Analisis Jabatan Pada Organisasi Pemerintah

Admin bkpsdm | 12 Juni 2019 | 17920 kali

Agar setiap orang didalam organisasi dapat memahami tugas dan kewajibannya dengan tepat, maka perlu dirumuskan suatu panduan pekerjaan yang disebut dengan Analisis Jabatan (Anjab). Analisis Jabatan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan bentuk pekerjaan dan orang yang dibutuhkan pada suatu jabatan/pekerjaan tertentu.

 

Job analysis sering dianggap sebagai fondasi dari sebuah sistem sumber daya manusia dalam organisasi. Restrukturisasi, inisiatif perbaikan kualitas, perencanaan sumber daya manusia, desain jabatan, pelatihan, pengembangan karir, serta sistem penilaian prestasi kerja merupakan bentuk aktualisasi dari hasil analisis jabatan. Analisis jabatan merupakan langkah awal pada hampir seluruh fungsi personalia organisasi baik bisnis, nirlaba, maupun pemerintahan.

 

Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi serta efisiensi anggaran belanja pegawai pada setiap satuan organisasi, pemerintah sejak tahun 2012 telah mencanangkan program penataan organisasi dan pegawai. Program penataan ini menjadi hal yang wajib dan mendesak. Sesuai dengan kebijakan pemerintah melalui agenda moratorium penerimaan CPNS, setiap Instansi Pemerintah (Pusat dan Daerah) diwajibkan melakukan penghitungan jumlah kebutuhan PNS yang tepat berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja, serta evaluasi jabatan. Selain itu, masing-masing Instansi Pemerintah juga diwajibkan menyusun proyeksi kebutuhan PNS selama lima tahun ke depan yang pemenuhannya dilakukan secara berkesinambungan dengan sasaran prioritas per tahun yang jelas.

 

Dengan demikian, implementasi dari teori analisis jabatan secara langsung dan legal telah ditetapkan dan diterapkan oleh organisasi pemerintah secara serentak dan nasional melalui kebijakan Menteri PANRB dengan asistensi Badan Kepegawaian Negara selaku instansi pembina manajemen kepegawaian nasional.

 

Pada tahun 2012, pemerintah telah mencanangkan kebijakan progressif dengan mendidik 4.125 pegawai perwakilan dari setiap kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk belajar melakukan analisis jabatan dan analisis beban kerja. Langkah jemput bola ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari kebijakan moratorium CPNS dimana setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah wajib melakukan pemetaan organisasi melalui analisis jabatan. Tanpa dokumen analisis jabatan tersebut, setiap instansi tidak akan dapat diberikan jatah formasi sebagai salah satu syarat mutlak untuk dapat menyelenggarakan rekrutmen pegawai baru.

 

Implementasi kegiatan analisis jabatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah telah diatur dalam Peraturan MenpanRB Nomor 33 Tahun 2011, dimana analisis jabatan didefinisikan sebagai proses, metode, dan teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan dan disajikan untuk kepentingan program kepegawaian serta memberikan umpan balik bagi organisasi, tatalaksana, pengawasan dan akuntabilitas. Disamping itu, dalam Peraturan Kepala BKN Nomor 12 Tahun 2011 dinyatakan bahwa Analisis Jabatan adalah proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan penyusunan data jabatan menjadi informasi jabatan.

 

Proses analisis jabatan setidaknya akan menghasilkan tiga komponen yakni:

  1. Rumusan jabatan baik struktural maupun fungsional untuk setiap unit kerja;
  2. Uraian jabatan baik jabatan struktural maupun fungsional;
  3. Peta jabatan yang berupa bentangan seluruh jabatan sebagai gambaran menyeluruh yang ada di satuan organisasi.

 

Analisis jabatan setidaknya berisikan informasi mengenai: nama jabatan, kode jabatan, unit kerja, ikhtisar jabatan, uraian tugas, hasil kerja, bahan kerja, peralatan kerja, tanggung jawab jabatan, wewenang jabatan, korelasi jabatan, kondisi lingkungan kerja, kemungkinan resiko bahaya, syarat jabatan, dan butir  informasi lain.

 

Nilai Penting Analisis Jabatan Pada Instansi Pemerintah

Dalam perencanaan kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah, penerapan analisis jabatan menjadi hal yang sangat diperlukan untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang profesional. Melalui analisis jabatan akan diperoleh data/informasi tentang jabatan sebagai dasar dalam penyusunan formasi, penerimaan, seleksi, penempatan, pengembangan dan penilaian pegawai. 

 

Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang pegawai dalam susunan suatu organisasi. Sementara analisis jabatan berkaitan dengan serangkaian telaahan terkait pekerjaan yang akan dilakukan dan persyaratan yang diperlukan untuk melakukan tugas tersebut serta kondisi lingkungan dimana pekerjaan tersebut dilakukan.

 

Dalam penyusunan formasi, melalui analisis jabatan akan didapatkan informasi yang detail dan valid perihal jabatan apa saja benar-benar yang dibutuhkan oleh satuan organisasi secara nyata dalam tahun yang berjalan. Melalui penyusunan formasi yang baik, proses penerimaan dan seleksi juga akan sangat dimudahkan karena dalam mencari calon pegawai baru cukup dengan mencocokkan kualifikasi jabatan yang lowong dengan kualifikasi yang dimiliki oleh calon pelamar sehingga nantinya akan diperoleh calon pegawai yang berkompeten dan sesuai dengan kebutuhan riil organisasi.

 

Dalam manajemen pegawai, upaya penempatan PNS pada jabatan yang tepat dalam susunan organisasi terlebih dahulu harus diketahui informasi mengenai tugas fungsi dan beban kerja organisasi tersebut. Informasi ini hanya dapat diketahui melalui hasil dari kegiatan analisis jabatan sebagai fondasi awal dalam melakukan penataan pegawai. Secara fungsional, keberadaan analisis jabatan menjadi pijakan awal dari seluruh rangkaian mekanisme pengelolaan pegawai yang dimulai dari kegiatan analisis jabatan, analisis beban kerja, standar kompetensi jabatan, evaluasi jabatan, yang berujung pada pemberian reward remunerasi/tunjangan kinerja.

 

Selain itu, melalui analisis jabatan nantinya juga akan diketahui data/informasi yanng dapat digunakan sebagai langkah kebijakan guna menetapkan :

  1. a) Kuantitas dan kualitas PNS yang diperlukan dalam suatu unit kerja;
  2. b) Pengembangan kompetensi PNS melalui pendidikan dan pelatihan;
  3. c) Evaluasi jabatan sebagai dasar dalam pemberian tunjangan kinerja;
  4. d) Penilaian terhadap pelaksanaan pekerjaan (kinerja pegawai);
  5. e) Promosi dan/atau mutasi kepegawaian dalam rangka optimalisasi organisasi; serta
  6. f) Pengembangan kinerja organisasi.

 

Konsekuensi Analisis Jabatan

Sejak tahun 2012, pemerintah telah memerintahkan kepada seluruh pengelola kepegawaian instansi pemerintah untuk menyusun dokumen analisis jabatan dan analisis beban kerja dalam rangka penataan pegawaian sebagai prasyarat untuk dapat diperoleh formasi penerimaan CPNS. Oleh karenya, hampir seluruh instansi pemerintah telah menyusun dokumen tersebut meskipun dengannya tidak menjadikan otomatis akan diperoleh formasi. Terdapat beberapa pertimbangan dan persyaratan lainnya agar dapat diperoleh formasi pegawai baru, seperti besaran jumlah prosentase penggunaan APBD untuk gaji rutin pegawai.

 

Namun, dengan banyaknya instansi yang telah menyusun dokumen analisis jabatan tersebut tentunya tidak menghentikan upaya peningkatan terus-menerus yang harus dilakukan setiap instansi. Tantangannya adalah bagaimana dokumen analisis jabatan yang telah disusun dapat dipergunakan secara maksimal dalam setiap pengambilan kebijakan dalam manajemen kepegawaian. 

 

Semua butir-butir yang tertuang dalam dokumen analisis jabatan harus dapat difungsikan sebagaimana mestinya baik terkait dengan mekanisme kerja, kualifikasi pelaksana, maupun semua persyaratan jabatan yang ada sesuai dengan prinsip right man on the right place. Tidak jarang, instansi hanya memfungsikan dokumen analisis jabatan untuk kepentingan administratif semata. Upaya pengelolaan pegawai masih bersifat reaktif terhadap kondisi yang terjadi pada lingkungan organisasi, bukan mendasarkan pada kamus dokumen analisis jabatan yang telah disusun.

Selain itu, implementasi dari analisis jabatan juga telah melahirkan konsekuensi baru khususnya bagi para pegawai pemangku jabatan. Dengan munculnya jabatan tertentu yang secara spesialis bertanggungjawab pada tugas pokok serta kualifikasi pemangku jabatan tertentu, maka seolah memunculkan eksklusivitas peran. 

 

Eksklusivitas peran terjadi ketika para pegawai yang diberikan tugas untuk memangku jabatan tertentu, seolah kehilangan/menurun inisiatifnya untuk terlibat dan aktif dalam kegiatan diluar jabatan yang diembannya. Mereka seolah berasumsi bahwa kontribusi yang harus diberikan kepada organisasi hanya sebatas pada uraian tugas yang ada pada jabatan yang diembannya. Diluar itu, menjadi alibi untuk tidak terlibat karena dianggap bukan menjadi tugas pokok dari jabatannya sehingga tidak selayaknya untuk dikerjakan. 

 

Kondisi ini seolah mengindikasikan bahwa dengan proses analisis jabatan yang memunculkan nomenklatur jabatan tertentu dengan kualifikasi dan tugas tertentu telah melahirkan ego sektoral dari masing-masing pegawai si pemangku jabatan. Akibatnya, secara tidak langsung hadirnya proses analisis jabatan yang membagi tugas kedalam kluster-kluster khusus dapat menjadi faktor pendorong menurunnya optimalisasi peran dari pegawai terhadap organisasi. Proses analisis jabatan secara tidak langsung dapat berpotensi menurunkan keterlibatan dan sumbangsih secara lebih besar dari para pegawai terhadap organisasi. 

 

Para pegawai dengan kompetensi tinggi yang seharusnya dapat mengerjakan beragam tugas pekerjaan (multi tasking) bagi organisasi telah terkondisikan menjadi kurang optimal karena seolah terstimulan untuk hanya mengerjakan pekerjaan yang sesuai saja (linear) dengan tugas pokok jabatannya. 

 

Dengan kata lain, jika kondisi demikian tidak dapat dikelola secara tepat maka secara tidak langsung akan merugikan performa organisasi secara keseluruhan. Dengan anggaran belanja pegawai yang sama, adanya peng-klusteran tugas pokok secara ketat kedalam nomenklatur jabatan tertentu secara tidak langsung dapat mengurangi performa organisasi. Dengan kualitas personal sumber daya pegawai yang dimiliki, seharusnya dapat diperoleh capaian kinerja maupun inovasi organisasi yang lebih banyak. Akan tetapi ketika para pegawai potensial tersebut diletakkan secara eksklusif kedalam jabatan tertentu dengan tugas dan pokok tertentu, hal ini seolah telah meminimalisir peluang adanya kreativitas dan sumbangsih secara lebih besar yang dapat diberikan oleh pegawai. 

 

Proses analisis jabatan memang merupakan suatu tantangan yang harus dijalankan untuk mengefektifkan jalannya sistem kerja organisasi. Namun jika hal ini tidak diikuti dengan upaya meminimalisir potensi menurunnya kontribusi dari para pegawai sebagai akibat dari eksklusivitas peran jabatan maka analisis jabatan hanya akan menjadi kegiatan destruktif yang kontraproduktif dengan tujuan awal dilakukannya analisis jabatan. Semoga para pengambil kebijakan dapat menjembatani kondisi ini secara tepat sehingga keberadaan nomenklatur jabatan sebagai output dari kegiatan analisis jabatan dapat tetap menjadi kontributor dari kinerja unggul organisasi.

 

 

 

Ditulis oleh: Ridlowi

Pegawai Kanreg I BKN

SUMBER : http://kanreg1bkn.id/bknone/artikel-18-tantangan-analisis-jabatan-pada-organisasi-pemerintah.html