(0362) 3301891
bkpsdm@bulelengkab.go.id
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Menyambut Kehadiran ASN Milenial

Admin bkpsdm | 12 Juni 2019 | 1484 kali

Menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil memang menjadi hal idaman bagi sebagian besar masyarakat. Disadari atau tidak, fenomena para pencari “status” Abdi Negara ini ada dan nyata, dibuktikan dengan banyaknya jumlah pelamar yang mengikuti seleksi dari tahun ke tahun. 

 

Tingginya angka peminat pelamar CPNS ini paling tidak telah mengindikasikan bahwa di mata masyarakat umum, profesi sebagai sekarang adalah sebuah kebanggaan dan simbol dari sebuah kesuksesan. Banyak dari para pelamar CPNS yang mencoba untuk kesekian kali dengan persiapan yang lebih matang. Ada yang akhirnya berhasil, namun tidak sedikit pula yang gagal.

 

Fenomena ini tentunya bukanlah hal yang terjadi begitu saja. Pemerintah dari waktu ke waktu telah mencoba memperbaiki sistem dan pola rekrutmen CPNS, mulai dari sistem formasi yang terbuka, sistem pendaftaran yang memudahkan, sistem seleksi berbasis CAT yang akuntabel, serta sistem penilaian kelulusan yang transparan.

 

Melihat begitu tingginya antusiasme masyarakat terhadap proses rekrutmen CPNS, tidak berlebihan jika terdapat secercah harapan bagi institusi pemerintahan untuk memperbaiki kinerja melalui pendekatan masukan (input) sumber daya manusianya (SDM). Dengan semakin tingginya tingkat persaingan seleksi penerimaan CPNS, institusi negeri saat sekarang ini memiliki peluang besar melakukan agenda perubahan melalui suntikan SDM baru. 

 

Dengan perhitungan matematis sederhana saja, semakin besar tingkat persaingan untuk diterima menjadi CPNS, maka semakin besar pula peluang untuk memperoleh sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Tentu, kalkulasi ini tidak mutlak sepenuhnya, dalam prakteknya sangat dimungkinkan terjadi deviasi kejadian tertentu yang terkadang tidak sesuai dengan asumsi. Ada seorang CPNS yang menurut unit kerja penerima (user) mungkin dianggap kurang layak, kurang mencerminkan sebagai pribadi diatas rata-rata. Meskipun demikian, untuk hal yang satu ini tentulah prosentasenya sangat kecil.

 

Aparatur Sipil Negara (ASN) Milenial

Proses penerimaan CPNS 2018 telah usai, sebagian besar pegawai baru telah bergabung dengan institusi masing-masing. Namun, proses pengadaan pegawai tidak berhenti sampai disitu. Lembaran telah dimulai, dimana terdapat peluang terjadinya gap (kesenjangan) antara diri pegawai dengan lingkungan kerja baru yang jika tidak dipersiapkan dapat menjadi masalah. Secara personal, masing-masing pegawai baru memiliki bayangan mengenai pekerjaan, tempat kerja, kondisi kerja, serta tantangan tertentu, namun terkadang lingkungan kerja yang dihadapi tidak sesuai dengan yang mereka bayangkan sebelumnya. 

 

Perlu disadari bersama bahwa para CPNS ini merupakan generasi milenial (generasi yang lahir antara tahun 1980-2000an). Generasi milenial ini identik dengan pribadi yang terbuka, ingin serba cepat, multitasking, memiliki daya kreativitas tinggi, serta ketergantungan yang tinggi pada teknologi dan informasi. Selain itu, generasi milenial juga lekat dengan daya kritis, melihat melalui perspektif cara pandang yang berbeda. 

 

Meskipun demikian catatan juga diberika kepada generasi milenial ini. Rata-rata mereka merupakan pribadi yang menyukai hal praktis dan serba instans sehingga kurang menghargai proses. Pada ranah karakter, generasi ini cenderung dianggap kurang mampu menempatkan diri mengikuti norma/aturan yang ada dilingkungan, cenderung pesimis dan kurang inline dalam aksi prososial.

 

Harus kita maklumi bersama, para pegawai baru tersebut lahir dari latar belakang generasi milenial yang bernuansa “idealis” yang kental dengan budaya “tensi” tinggi. Inilah awal dari gap dimana ruh dan karakter yang dibawa oleh ASN milenial ini adakalanya tidak selaras dengan kondisi budaya maupun aturan kerja yang telah berjalan di unit kerja mereka bertugas. 

 

Ketika mereka telah bersyukur dengan kesuskesan dalam menghadapi persaingan seleksi yang begitu ketat, ada secerca pelita untuk membuktikan bahwa mereka tidak hanya jago tes saja. Mereka ingin menunjukkan kinerja diri namun adakalanya tidak klop dengan kondisi lingkungan yang secara nyata berbeda dengan karakter mereka. Banyak dari mereka yang kaget dengan posisi dan rutinitas yang harus mereka jalankan. Bila kondisi ini tidak diantisipasi secara cermat melalui manajemen yang terarah, alih-laih mendapatkan manfaat yang maksimal, mereka hanya akan menjadi sumber masalah baru bagi organisasi. 

 

Sebuah proses pengadaan pegawai yang telah berjalan baik, menghasilkan calon pegawai yang terbaik, akan sangat disayangkan apabila pada akhirnya hanya melahirkan calon pengawai yang tidak mampu berkinerja terbaik. Terus, apa yang sebaiknya dilakukan organisasi? 

 

Pelibatan dalam diklat 

Banyak kita jumpai, para pegawai baru dengan formasi jabatan fungsional umum belum diikutsertakan dalam diklat teknis substantif maupun teknis umum sebelum mereka benar-benar terjun kedalam ruang lingkup kerja. Ada anggapan bahwa seolah yang berhak memperoleh diklat hanya bagi pegawai yang telah lama bekerja. Padahal, stimulasi awal dalam hal pemberian diklat bagi pegawai baru ini memiliki signifikansi yang tinggi dalam rangka menyiapkan tenaga sumber daya manusia yang tidak hanya pintar, tetapi juga siap pakai serta mampu beradaptasi secara cepat dengan kondisi tugas ada. 

 

Selain itu, dengan pemberian diklat pada awal-awal masa kerja merupakan saat yang paling tepat dalam rangka first trigger yang akan menumbuhkan rasa penghargaan dan dedikasi terhadap mereka. Treatment awal inilah yang diharapkan akan melecut semangat dan produktivitas mereka dalam bekerja. Ada pengalaman berkesan yang memantik minat dan perhatian mereka.

 

Mereka Perlu Ditantang dan Diberdayakan

Dibeberapa instansi pemerintah, kehadiran para pegawai baru masih belum dipersiapkan secara tepat. Agenda rutinan penerimaan pegawai baru lebih banyak terdengar hiruk pikuk penerimaannya saja dibanding dengan platform manajemen mau dibentuk dan dibawa kemana SDM baru tersebut. Sehingga, tidak jarang para calon ASN ini seolah kebingungan menempatkan diri dalam ritme kerja yang sudah berjalan. Bila hal ini tidak diantisipasi maka upaya dalam pengadaan calon ASN yang berkualitas nampaknya akan jauh dari harapan. 

 

Dari aspek kompetensi, calon ASN hasil rekrutan baru tentu tidak diragukan lagi kemampuannya. Sebagai generasi milenial mereka setidaknya mampu bekerja secara mandiri dan percaya diri dengan skill yang dimiliki. Kemampuannya-pun beragam alias multitasking, tidak hanya terpaku pada kompetensi inti kualifikasi pendidikan yang dimiliki. Sehingga, sudah selayaknya mereka diperhatikan dengan memberikan tugas-tugas yang relevan dengan potensi maupun kompetensi yang mereka miliki. 

 

Para pengelola SDM perlu memberikan tantangan-tantangan yang sekiranya dapat menggairahkan nuansa kerja mereka. Pekerjaan yang sifatnya menantang namun realistis untuk dijalankan dapat dicetuskan kepada para pegawai baru, minimal dapat menjadi bentuk perhatian maupun penghargaan organisasi sehingga dapat memompa semangat kerja. 

 

Perberdayaan pegawai berarti memberikan kesempatan kepada seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dengan kewenangan dan tanggung jawab yang dimilikinya. Pemberdayaan pegawai merupakan langkah memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif. Generasi milenial memiliki karakter yang menyukai kebebasan dan kemandirian sehingga dengan diberikan tantangan dan lecutan tertentu mereka akan semakin terpompa semangatnya dalam menghadirkan perubahan di unit kerja.

 

Memberikan pekerjaan/tugas hanya terbatas pada tugas pokok dan fungsi jabatan saja sepertinya masih akan kurang dalam mendorong eksplorasi kerja pada ASN milenial. Mereka sebenarnya mampu dengan multitasking yang dimiliki jika para pengelola dapat mengarahkannya dalam lingkungan dan ritme kerja yang kondusif. Selanjutnya, tinggal bagaimana mengelola aspek soft competency mereka supaya dapat bekerja secara optimal dalam bingkai karakteristik aturan birokrasi. Bagaimana mengelola mereka supaya tidak gampang jenuh, memiliki kestabilan bekerja, mampu mengikuti ritme aturan kerja yang berlaku, serta dapat memerankan kompetensi sosial mereka dalam bekerjasama dengan tim.

 

Penutup 

Melihat semua realitas yang ada diatas, nampaknya tidak berlebihan jika kita gaungkan kembali nada kesadaran, khususnya dalam rangka menyusun dan menyiapkan pola pembinaan terhadap para calon pegawai baru secara lebih terencana dan sistematis. Ketidaksiapan dalam “menyambut” para pegawai baru hanya akan berakibat dekstruktif, adanya kekhawatiran akan lunturnya idealisme yang sudah ada pada input baru tersebut bila tidak kita take over secara cepat dan tepat.

 

Pegawai baru adalah aset yang sangat berharga, yang melalui merekalah institusi dan bahkan negara kita nantinya ini akan maju dan berkembang. Kita semua sepakat bahwa untuk mewujudkan suatu institusi yang professional, produktif, dan berintegritas, pembinaan dan pengelolaan SDM aparatur menjadi faktor kunci terlebih bagi para pegawai baru. 

 

Akhirnya, sudah menjadi kewajiban kita bersama dalam mengusung dan menjaga kembali pola perencanaan dan pengembangan kepegawaian khususnya bagi para calon pegawai baru dengan berbasis kompetensi dan kemanusiaan (human interest). Selamat bagi para calon ASN yang telah berhasil diterima melalui proses seleksi yang kompetitif. Semoga kedepan mampu memberikan warna dan karya nyata bagi pembangunan Indonesia tercinta!.

 

 

 

Ditulis Oleh: Ridlowi, S.Sos, MA

Bekerja di Kanreg I BKN Yogyakarta

SUMBER : http://kanreg1bkn.id/bknone/artikel-32-menyambut-kehadiran-asn-milenial.html